JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan sanksi administratif terhadap PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (AKII), selaku penyelenggara layanan pinjaman daring (Pindar) berizin di OJK, sebagai bentuk pengawasan atas permasalahan yang timbul dalam operasional platform tersebut.
Langkah ini merupakan bagian dari rangkaian tindakan pengawasan yang telah dilakukan OJK, termasuk pemeriksaan terhadap pengurus dan pemegang saham AKII yang dinilai belum optimal dalam menyelesaikan kewajiban kepada para pemberi dana atau lender.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengatakan pihaknya telah memeriksa secara langsung infrastruktur, operasional, hingga akar permasalahan (root cause) dari kinerja AKII.
“OJK berkomitmen untuk melakukan pengawasan ketat dalam rangka penyelesaian permasalahan AKII ini, serta melakukan berbagai tindakan lainnya untuk meminimalisir potensi kerugian bagi pengguna/masyarakat dan penegakan kepatuhan terhadap AKII, pengurus maupun pemegang saham,” kata Agusman, Jumat (1/7/2025).
OJK menyebutkan bahwa sebagai bagian dari pengawasan tersebut, sejumlah langkah telah ditempuh, antara lain meminta pengurus dan pemegang saham AKII untuk segera menyelesaikan kewajiban kepada lender, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kesesuaian model bisnis dengan ketentuan, serta memonitor secara ketat upaya-upaya konkret penyelesaian pembiayaan bermasalah.
Termasuk di antaranya adalah memastikan pelayanan dan respons terhadap pengguna dilakukan dengan baik sesuai prinsip perlindungan konsumen.
OJK juga telah menyiapkan langkah penegakan hukum bagi pihak-pihak di internal AKII yang terbukti melakukan pelanggaran, atau tidak memenuhi komitmen penyelesaian permasalahan.
Tindakan tersebut dapat mencakup penilaian kembali terhadap pihak utama, dan pemberian sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Langkah ini diambil demi menjaga keberlangsungan usaha AKII sebagai Pindar berizin, serta menciptakan disiplin dalam industri yang mengelola dana masyarakat melalui teknologi informasi.
Dalam waktu bersamaan, OJK menegaskan komitmennya dalam memperkuat ekosistem layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI) atau Pindar melalui kebijakan pengaturan yang adaptif.
Salah satunya adalah penerbitan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Industri LPBBTI 2023–2028 sebagai tindak lanjut amanat UU P2SK, serta POJK Nomor 40 Tahun 2024 yang bertujuan memperkuat kelembagaan, tata kelola, manajemen risiko, serta perlindungan konsumen dalam industri ini.
Sebagai wujud perlindungan terhadap borrower dan lender, OJK kini menetapkan ketentuan lebih ketat, termasuk pembatasan maksimum pinjaman pada tiga Pindar, kewajiban pencantuman disclaimer risiko pada laman Pindar, hingga self-declaration pendanaan borrower.
OJK juga mewajibkan borrower berusia minimal 18 tahun dengan penghasilan minimal Rp3 juta, serta menetapkan batasan maksimal penempatan dana berdasarkan jenis lender guna memastikan semua pihak memahami risiko sesuai profil masing-masing.
Langkah pengawasan juga diperkuat melalui kewajiban pencairan dana hanya ke rekening atas nama borrower di bank dalam negeri, peningkatan kualitas proses electronic Know Your Customer (e-KYC), hingga larangan pembiayaan terhadap afiliasi borrower tanpa kemampuan finansial memadai.
Di sisi internal, OJK menuntut penguatan peran pengawasan Dewan Komisaris, internal audit, serta pencegahan transaksi fiktif dan fraud, disertai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha bila terjadi pelanggaran berat.
“Dengan seluruh langkah penguatan ini, industri Pindar diharapkan dapat tumbuh secara sehat, transparan, dan akuntabel, serta dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan masyarakat, termasuk sektor produktif,” tandas Agusman.(sct)