JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Rekening pada Bank Umum sebagai langkah strategis memperkuat tata kelola dan standarisasi layanan rekening perbankan.
Kebijakan baru ini menegaskan komitmen OJK dalam meningkatkan pelindungan konsumen dan mencegah penyalahgunaan rekening di sektor perbankan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menekankan pentingnya standar tata kelola yang baik dalam proses pengelolaan rekening oleh bank.
“Dengan diberlakukannya POJK ini, pengelolaan rekening harus dilakukan dengan memperhatikan tata kelola yang baik untuk memastikan pelindungan bagi semua nasabah dan mencegah praktik penipuan atau penyalahgunaan,” terang Dian, Rabu (19/11/2025)
Ia menambahkan bahwa bank wajib memiliki kebijakan, prosedur, serta mekanisme pengawasan yang memadai dalam pengelolaan rekening, termasuk memastikan kemudahan layanan pembukaan, pengaktifan, dan penutupan rekening melalui jaringan fisik maupun kanal digital.
Pihaknya menegaskan bahwa pengaturan ini juga bertujuan menjaga stabilitas sistem keuangan serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sektor perbankan.
Standarisasi pengelolaan rekening diharapkan mengurangi perbedaan perlakuan antarbank, memberi kepastian hak dan kewajiban nasabah, serta meningkatkan transparansi layanan.
Dalam pengelolaan rekening, POJK ini membagi status rekening menjadi tiga kategori. Pertama, rekening aktif yakni rekening yang memiliki aktivitas pemasukan, penarikan, atau pengecekan saldo.
Kedua, rekening tidak aktif yaitu yang tidak memiliki aktivitas lebih dari 360 hari. Ketiga, rekening dormant yaitu rekening tanpa aktivitas lebih dari 1.800 hari.
Lebih lanjut, OJK mengatur keseimbangan hak dan kewajiban antara nasabah dan bank. Nasabah diwajibkan memberikan informasi yang benar, melakukan pembaruan data, serta menjaga itikad baik dalam hubungan dengan bank.
Sementara itu, bank berkewajiban menampilkan status rekening melalui kanal fisik maupun digital sebagai bentuk transparansi layanan.
Dian menyebutkan bahwa bank harus memiliki kebijakan penatausahaan rekening, termasuk penetapan kriteria rekening tidak aktif dan dormant, mekanisme komunikasi, pembebanan biaya administrasi dan bunga, hingga sistem flagging rekening.
Selain itu, bank wajib menyediakan fitur pengaktifan kembali atau penutupan rekening melalui kanal yang tersedia.
Ia menegaskan bahwa pelindungan data pribadi dan kerahasiaan nasabah menjadi aspek utama.
“Bank harus menerapkan prinsip pelindungan konsumen, APU–PPT–PPPSPM, strategi anti-fraud, serta manajemen risiko dalam seluruh proses pengelolaan rekening, termasuk pengawasan yang lebih ketat pada rekening tidak aktif dan dorman,” tutupnya.(red/sct)

















