PALANGKARAYA – Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi OJK Tahun 2024. Indeks literasi dan inklusi keuangan sebesar 65,43 persen dan 75,02 persen. Angka ini berarti masih banyak masyarakat yang sudah memiliki akses terhadap layanan keuangan formal, namun tingkat literasi keuangan masih lebih rendah.
“Oleh karena itu, perlu kita lakukan beberapa langkah kiranya yang bisa dilakukan. Pertama, kita harus menjadikan pendidikan keuangan menjadi bagian dari kurikulum pesantren,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman, Rabu.
Menurutnya, para santri harus diperkenalkan dengan berbagai produk keuangan dan mengenal jasa keuangan supaya bisa lebih bermanfaat dan bisa menjadi pelaku keuangan, terutama yang berbasiskan prinsip syariah untuk kemajuan dan keuangan.
Agusman menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator dengan lembaga jasa keuangan dan pondok pesantren untuk meningkatkan pemahaman keuangan masyarakat terutama santri agar dapat dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Upaya peningkatan literasi keuangan syariah ini juga sejalan dengan masih rendahnya indeks literasi keuangan syariah sebesar yaitu sebesar 39,11 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen,” bebernya menambahkan.
Dijelasknya lebih dalam, Hal ini menunjukkan bahwa semua elemen masyarakat harus bekerja keras untuk lebih memahami konsep syariah, termasuk juga melakukannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga bisa meningkatkan angka-angka literasi dan inklusi keuangan dari segi syariah tersebut.
Agusman juga memaparkan berbagai program inisiatif OJK yang bertujuan untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah Indonesia, antara lain program Santri Cakap Literasi Keuangan Syariah (Sakinah), Ekosistem Pesantren Inklusif Keuangan Syariah (EPIKS), Program Indonesia Syariah Finansial Olympiad, serta Forum Edukasi dan Temu Bisnis Keuangan Syariah (FEBIS).