PALANGKARAYA – Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah menanggapi serius laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran dalam pengadaan seragam di salah satu SMA Negeri di Kalteng.
Dugaan ini mencuat setelah beredarnya informasi bahwa pihak sekolah diduga memfasilitasi pemesanan seragam bagi peserta didik baru dengan mekanisme yang dinilai tidak sesuai ketentuan.
Plt. Kepala Dinas Pendidikan Kalteng, Muhammad Reza Prabowo melalui Plt. Sekretaris Disdik, Safrudin menegaskan bahwa sekolah negeri yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak diperkenankan memungut biaya apapun yang dikaitkan dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), termasuk dalam hal pembelian seragam.
“Seringkali sekolah menggunakan istilah ‘memfasilitasi’, padahal secara prinsip, jika kegiatan itu berujung pada kewajiban membayar atau membeli seragam tertentu yang ditentukan sekolah, maka itu melanggar regulasi,” ujar Safrudin, Senin (30/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa ketentuan tersebut selaras dengan Pasal 57 Petunjuk Teknis SPMB Tahun 2025 yang secara tegas melarang pungutan dan/atau sumbangan dalam pelaksanaan SPMB, termasuk pengadaan seragam atau buku tertentu yang dikaitkan dengan proses penerimaan murid.
Terkait laporan yang melibatkan salah satu SMAN, Safrudin menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan penelusuran awal untuk mendapatkan gambaran yang jelas atas situasi tersebut.
Pihaknya juga telah menerima masukan dari masyarakat dan sedang mengumpulkan data dari sekolah bersangkutan.
“Kami sedang dalam tahap mengumpulkan data dan menghimpun informasi dari berbagai pihak, baik dari sekolah maupun laporan masyarakat dan seluruh informasi yang masuk masih dalam proses kajian.” jelasnya menambahkan.
Dijelaskanya kembali bahwa sampai saat ini belum ada keputusan final. Semua informasi yang kami terima sedang kami kaji secara mendalam agar keputusan yang diambil tepat dan sesuai aturan,” tambah Safrudin.
Disdik Kalteng juga mengingatkan seluruh satuan pendidikan di bawah kewenangannya agar benar-benar menjalankan SPMB sesuai dengan juknis resmi. Penafsiran pribadi terhadap aturan sangat tidak dibenarkan dan dapat menimbulkan konsekuensi hukum.
“Jangan ada interpretasi sendiri terhadap aturan. Sekolah dan guru wajib mengikuti pedoman yang sudah ditetapkan. Bila tidak, tentu akan ada sanksi sesuai ketentuan,” tandas Safrudin.(sct)