KASONGAN – Persoalan anak tidak sekolah di Kabupaten Katingan lebih banyak disebabkan oleh faktor teknis dibandingkan murni kasus putus sekolah.
Kondisi ini terungkap dari hasil evaluasi Dinas Pendidikan setempat yang menemukan banyak ketidaksesuaian data antara lapangan dan sistem administrasi pendidikan.
Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan, Arianson menjelaskan bahwa sebagian besar anak yang terdata tidak sekolah sebenarnya sudah lulus, pindah ke daerah lain, atau melanjutkan pendidikan di sekolah berbeda tanpa pembaruan data administrasi.
“Orang tua kadang lupa mencabut berkas anaknya saat pindah sekolah. Misalnya dari Katingan ke Gunung Mas atau Sampit,”
“Di sekolah baru anaknya tetap belajar, tetapi di data lama masih dianggap tidak sekolah,” jelas Arianson baru-baru ini.
Ia mengakui, sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sering kali tidak menggambarkan kondisi riil di lapangan karena belum diperbarui oleh sekolah atau orang tua murid. Akibatnya, data anak tidak sekolah bisa tampak lebih tinggi dari kenyataan.
Selain faktor administrasi, lanjutnya menambahkan kendala geografis juga memengaruhi tingkat partisipasi pendidikan, terutama di wilayah pedesaan.
Jarak yang jauh antara tempat tinggal dan sekolah menengah pertama menjadi hambatan utama bagi anak-anak yang baru lulus SD.
“Ini menjadi tantangan besar bagi anak-anak kita di wilayah terpencil. Dari SD ke SMP sering kali harus menempuh perjalanan jauh dan melewati medan yang sulit,” ujarnya.
Pihaknya menegaskan, Dinas Pendidikan bersama pemerintah kecamatan dan desa akan terus berupaya mencari solusi agar setiap anak di Katingan memiliki kesempatan yang sama dalam melanjutkan sekolah.
“Perlu sinergi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Semua anak harus mendapatkan hak yang sama untuk mengenyam pendidikan,” tandas Arianson.(sct)