PALANGKARAYA – Kinerja perdagangan luar negeri Kalimantan Tengah pada awal tahun masih mencatatkan surplus besar, namun tekanan pada ekspor batu bara menahan laju pertumbuhan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Tengah mencatat nilai ekspor Januari–Oktober 2025 mencapai US$2.890,41 juta atau turun 11,06 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
“Komoditas utama ekspor tetap didominasi batu bara, CPO, dan produk kehutanan, tetapi batu bara mengalami penurunan cukup dalam,” ujar Statistik Ahli Madya BPS Kalteng, M. Taufiqurrahman belum lama ini.
Penurunan ekspor batu bara tercatat sebesar 21,73 persen menjadi faktor paling signifikan dalam pelemahan kinerja ekspor kumulatif.
Sementara itu, ekspor dari komoditas lain seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet remah, serta kayu olahan dan kayu lapis masih menunjukkan pergerakan stabil meski tidak mampu mengimbangi kontraksi sektor tambang.
“Struktur ekspor kita masih sangat tergantung pada komoditas primer, sehingga fluktuasi harga global dan permintaan langsung terasa pada kinerja daerah,” jelas Taufiq.
Di sisi lain, impor Kalimantan Tengah pada periode yang sama tercatat US$32,77 juta atau turun 36,13 persen secara tahunan. Penurunan tertinggi berasal dari pupuk serta mesin dan peralatan mekanik.
Taufiq menilai perlambatan impor ini menggambarkan berkurangnya kebutuhan input produksi di beberapa sektor serta penyesuaian aktivitas industri. “Impor kita masih didominasi bahan penolong seperti aspal, mesin ekstraksi, pupuk, hingga ketel uap dan freeze dryer,” katanya.
Meskipun ekspor menyusut, neraca perdagangan Kalimantan Tengah tetap solid dengan surplus US$2.857,64 juta hingga Oktober.
Jepang, India, dan Tiongkok masih menjadi tiga negara tujuan ekspor terbesar, sementara Malaysia, Singapura, dan Tiongkok menjadi pemasok utama barang impor ke provinsi ini.
Kondisi tersebut menunjukkan alur perdagangan Kalteng tetap bergerak positif di tengah dinamika global.
Taufiq menegaskan bahwa pola perdagangan luar negeri Kalteng perlu terus dipantau agar peluang diversifikasi ekspor dapat diperluas, terutama untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tambang.
“Upaya memperkuat hilirisasi dan mengembangkan komoditas bernilai tambah menjadi kunci agar kinerja ekspor lebih stabil,” tutupnya.(sct)


















