KAPUAS – Di banyak lanskap hutan di Indonesia, terdapat jenis tanah yang tampak ringan dan tidak mencolok, namun memuat proses alam yang panjang serta tantangan yang tidak sedikit.
Salah satu yang paling khas adalah tanah Spodosols, tipe tanah berpasir yang dikenal sulit dikelola, miskin hara, dan memiliki kemampuan menahan air sangat rendah.
Spodosols umumnya berkembang dari pasir kuarsa atau lempung berpasir dengan reaksi tanah sangat masam.
Ciri paling mudah dikenali adalah munculnya horizon E berwarna putih keabu-abuan, kandungan bahan organik yang rendah, serta struktur berbutir tunggal yang membuat air mengalir sangat cepat.
Kondisi tersebut menyebabkan unsur hara mudah tercuci, ruang perakaran dangkal, dan tanaman rawan mengalami stres kekeringan.
Secara alami, Spodosols bukanlah tanah ideal untuk pertanian intensif. Namun di sektor Hutan Tanaman Industri (HTI), tanah ini masih bisa dioptimalkan melalui pendekatan ilmiah yang tepat.
Strategi Inovatif PT IFP Mengelola Spodosols
Menghadapi tantangan tersebut, PT Industrial Forest Plantation (PT IFP) menerapkan sejumlah strategi berbasis sains agar lahan Spodosols tetap mampu menghasilkan tegakan produktif.
Pendekatan ini dilakukan secara menyeluruh, mulai dari rekayasa tanah hingga pemilihan spesies pohon yang paling adaptif.
1. Rekayasa Lapisan Tanah
PT IFP melakukan pengolahan dalam seperti ripping atau subsoiling untuk mematahkan lapisan spodik yang keras.
Langkah ini bertujuan menambah kedalaman efektif perakaran serta mengurangi genangan di atas lapisan kedap.
2. Ameliorasi Bahan Organik
Aplikasi bahan organik berkadar karbon tinggi, misalnya limbah organik kehutanan atau pertanian mampu meningkatkan C-organik, kapasitas tukar kation, dan kemampuan tanah berpasir menahan kelembapan.
Pendekatan ini juga membantu memperbaiki struktur tanah dalam jangka panjang.
3. Pemupukan Berimbang
Karena Spodosols sangat miskin unsur hara, PT IFP menerapkan kombinasi pemupukan N, P, K, dan unsur hara mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) secara terukur.
Formulasi pemupukan telah dikembangkan sesuai karakter lahan berpasir di dalam areal konsesi perusahaan.
Acacia crassicarpa: Spesies Adaptif untuk Lahan Marjinal
Untuk tegakan HTI, PT IFP memilih Acacia crassicarpa, jenis leguminosa yang memiliki toleransi tinggi terhadap tanah miskin hara, kondisi berpasir, hingga lahan bekas ladang.
Kayu spesies ini memenuhi standar bahan baku pulp kraft putih, dengan kandungan holoselulosa di atas 65 persen dan umur tebang optimum sekitar lima tahun.
Sebagai tanaman bernodula akar, A. crassicarpa juga berperan memperkaya nitrogen tanah memberikan efek rehabilitatif pada tapak dan memperbaiki fungsi ekosistem dalam rotasi HTI.
Paket Teknis PT IFP untuk Optimasi Produksi di Spodosols
Untuk memastikan keberhasilan di lapangan, perusahaan menerapkan serangkaian langkah operasional yang terintegrasi, seperti
• Pemilihan Klon/Provenans
Genotipe A. crassicarpa yang terbukti unggul pada tanah berpasir, miskin hara, atau bergambut tipis menjadi kunci keberhasilan tegakan.
• Penyiapan Lahan & Drainase
Bedengan dan saluran air disusun sedemikian rupa agar tanah tetap lembap tanpa menimbulkan genangan, sekaligus mengurangi risiko pencucian hara.
• Pemeliharaan Intensif Awal
Pengendalian gulma, pemupukan awal hingga susulan, serta pemantauan tinggi, diameter, dan persen hidup pada dua tahun pertama sangat berpengaruh pada performa tegakan di tanah marginal.
Transformasi Lahan Marginal Menjadi Produktif Serta Area yang Tetap Dilindungi
Melalui kombinasi teknik manajemen tanah, pemilihan spesies adaptif, serta silvikultur intensif. PT IFP berupaya mengoptimalkan potensi Spodosols sekaligus menjaga keberlanjutan.
Beberapa areal Spodosols di dalam konsesi bahkan tidak dibuka, karena tidak memenuhi kriteria produksi. Lokasi tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) dan area penelitian.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa lahan berpasir yang sering dianggap tidak produktif masih memiliki masa depan, terutama ketika dikelola dengan inovasi dan prinsip keberlanjutan.
Di tengah tantangan lahan marginal Indonesia, PT IFP membuktikan bahwa kehutanan modern dapat tumbuh bahkan dari tanah yang paling sederhana.(sct)















