PALANGKARAYA – Revolusi digital kini tidak hanya mengubah cara masyarakat Kalimantan Tengah bertransaksi, tetapi juga membentuk budaya ekonomi baru yang lebih inklusif dan adaptif.
Tercatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2025, transaksi digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di wilayah ini menembus 16,5 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp2,2 triliun.
Lonjakan ini naik lebih dari 104 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sehingga hal ini menunjukkan pesatnya adopsi teknologi finansial di berbagai lapisan masyarakat.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah, Yuliansah Andrias menyampaikan bahwa pertumbuhan ini merupakan bukti nyata transformasi ekonomi berbasis digital tengah berlangsung secara merata hingga ke tingkat akar rumput.
“Sebanyak 98 persen dari total 361,8 ribu merchant QRIS di Kalimantan Tengah adalah pelaku UMKM. Ini bukan sekadar angka, tapi cerminan bahwa digitalisasi telah menjadi bagian dari keseharian ekonomi rakyat,” ujarnya, Jumat (24/10/2025).
Lebih jauh Yuliansah menjelaskan, Bank Indonesia berkomitmen memperkuat pondasi ekosistem ekonomi digital melalui peningkatan literasi, kreativitas, dan kolaborasi lintas sektor.
Salah satu bentuk konkret dari upaya tersebut ialah pelaksanaan Borneo Digital Economy Creative Festival (Borneo Decafest) 2025, yang mengusung konsep 3E: Expo, Education, dan Entertainment.
“Borneo Decafest bukan sekadar festival teknologi. Ini ruang pertemuan antara ide, inovasi, dan semangat lokal masyarakat Kalimantan Tengah untuk tumbuh bersama dalam era digital,” jelasnya.
Festival yang digelar sejak 24 hingga 25 Oktober 2025 ini menghadirkan sinergi antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten/kota, OJK, perbankan, perguruan tinggi, dan komunitas UMKM.
Kolaborasi ini kata Yuliansah menambahkan lebih dalam, menjadi motor penggerak lahirnya budaya ekonomi digital yang tidak hanya efisien, tetapi juga humanis dan memberdayakan.
Salah satu inovasi baru yang diperkenalkan adalah QRIS TAP, teknologi berbasis near field communication (NFC) yang memungkinkan pengguna melakukan transaksi cukup dengan menyentuhkan gawai.
“QRIS TAP menawarkan pengalaman transaksi tanpa ribet. Cukup satu sentuhan, transaksi selesai. Ini wujud nyata dari sistem pembayaran yang seamless, cepat, dan aman,” terangnya.
Selain inovasi digital, Borneo Decafest juga menjadi wadah pembelajaran publik yang dikemas secara kreatif. Sejumlah agenda edukatif digelar, antara lain Talkshow “Gen Z Shield: Stay Protected in the Digital Era”, SheFinance “Cerdas dan Paham Finansial”, serta Theater Perlindungan Konsumen yang melibatkan seniman lokal dari Borneo Art Play.
“Generasi muda dan perempuan adalah dua pilar utama literasi keuangan masa depan. Melalui pendekatan kreatif, kami ingin pesan edukasi bisa tersampaikan dengan cara yang menyenangkan dan relevan dengan kehidupan mereka,” ujar Yuliansah.
Tak hanya edukasi, dukungan terhadap UMKM juga menjadi poros utama dalam agenda festival ini. Melalui Showcase UMKM binaan BI, Pameran Wastra Kalteng: The Sacred Bliss of Central Borneo, hingga Pojok Pembiayaan UMKM, pelaku usaha lokal mendapat kesempatan memperluas jaringan pasar dan memahami akses pembiayaan yang tepat.
“Kami memastikan pertumbuhan ekonomi digital tidak berhenti di kota besar. Akar ekonomi di daerah harus ikut tumbuh. Karena itu, Pojok Pembiayaan UMKM hadir untuk memberikan solusi nyata bagi para pelaku usaha rakyat,” tambahnya.
Sebagai bentuk apresiasi terhadap kreativitas dan semangat masyarakat, Borneo Decafest juga dimeriahkan dengan kompetisi Kalteng’s Next Top Voice, lomba fotografi bertema “Warisan Budaya dalam Sentuhan Digital”, hingga Hadari Kahayan Run 6K yang diikuti lebih dari seribu peserta.
“Transformasi ekonomi digital tidak boleh tercerabut dari akar budaya lokal. Justru kearifan lokal inilah yang menjadi fondasi agar pembangunan ekonomi kita berkelanjutan dan inklusif,” tutup Yuliansah.(sct)


















