TRC Mangkutup Dukung Konservasi Keanekaragaman Hayati

PALANGKARAYA – Forum pertemuan regional konservasi orangutan yang digelar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah bersama Pemprov Kalteng dan mitra lembaga konservasi mendapat apresiasi dari sektor swasta.

Direktur PT. Industrial Forest Plantation (IFP), Yustinus Sarono Raharjo menyebut kegiatan ini sejalan dengan program pelestarian yang tengah digarap melalui pengembangan Training and Research Center (TRC) Mangkutup yang berada di Desa Lehai, Kecamatan Mantangai, Kapuas.

“Saat ini kami bekerja sama dengan Universitas Palangka Raya untuk mengelola area konservasi seluas 58.666 hektare di wilayah konsesi,”

“Pertemuan ini sangat positif karena membuka ruang komunikasi langsung dengan para penggiat orangutan,” ujar Yustinus, Senin (23/6/2025).

Menurutnya, keberadaan TRC Mangkutup diharapkan menjadi titik tolak peningkatan keseriusan PT. IFP dalam mendukung konservasi keanekaragaman hayati, khususnya orangutan kalimantan.

Saat ini, perusahaan telah memiliki empat stasiun pengamatan yang aktif memantau populasi orangutan dan spesies lainnya di dalam kawasan konservasi.

“Ada ratusan individu orangutan yang kami pantau di kawasan ini. Selain itu, ada juga anggrek, berbagai jenis burung, serta spesies langka lainnya yang menjadi fokus pelestarian kami,” imbuh Yustinus.

Pihaknya juga menegaskan komitmen berkelanjutan untuk memperluas kemitraan dengan BKSDA, terutama dalam mendukung pendataan dan pemantauan populasi orangutan secara ilmiah.

Sebagai informasi, sejak dilakukan revisi tata ruang dalam Rencana Kerja Usaha (RKU) tahun 2023, luas areal konservasi PT. IFP bertambah signifikan, dari semula hanya 13.967 hektare menjadi 58.666 hektare, di luar areal budidaya seluas 87.291 hektare yang tercantum dalam RKU 2017–2026.

Menurutnya, kolaborasi korporasi, pemerintah, dan akademisi ini diharapkan menjadi praktik baik yang dapat direplikasi di wilayah lain, guna memperkuat konservasi spesies prioritas seperti orangutan, sekaligus menjaga fungsi ekosistem secara berkelanjutan.(sct)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *