PALANGKARAYA – Dampak perubahan iklim yang terjadi tidak hanya menggangu kesehatan fisik, tapi juga dapat mengganggu kesehatan mental. Sehingga masyarakat dimungkinkan tidak mampu menyelesaikan konflik non fisik (penyelesaian hambatan).
Untuk mengetahui sejauh mana perubahan iklim mempengaruhi ketahanan masyarakat dan juga bagaimana masyarakat dapat berinteraksi dengan adanya perubahan iklim tersebut serta dampaknya terhadap kesejahtraan masyarakat itu sendiri.
Pusat Pengembangan Iptek dan Inovasi Gambut Universitas Palangka Raya (PPIIG-UPR) bekerjasama dengan WWF melakukan sebuah kajian dan penelitian secara mendalam.
PPIIG UPR menggunakan karangka konseptual yang komprehensif mengenai hubungan antara perubahan iklim dan bagaimana masyarakat meresponsnya.
Adapun kerangka kerja penelitian yang dilakukan mencakup dari beberapa aspek yang dianggap fundamental seperti aspek biologis, pisikologis, ekonomi dan perilaku serta teknis yang memberikan gambaran multidisiplin.
“Kajian resiliensi atau studi tentang lebertahanan masyarakat itu, tidak bisa digeneralisasikan. Setiap studi ekosistem itu memiliki spesifikasi kajian masing-masing. Sehingga, ketika pemerintah ingin membuat regulasi harus benar-benar melihat apa yang saat ini sedang dibutuhkan oleh masyarakat,” kata Wakil Direktur PPIIG UPR, Dr. Dhanu Pitoyo, M.Si., Kamis (26/9/2024).
Ada 3 ekosistem yang diteliti, yakni Hutan bukan Dataran Rendah, Krangas dan Gambut. Dimana lanjut Dhanu menyampaikan bahwa masing-masing ekosistem memiliki tingkat aktifitas yang berbeda-beda.
Semisal di kawasan ekosistem gambut, mereka ingin mengembangkan produk turunan ikan sehingga tingkat kesejahteraannya itu bisa stabil.
Kemudian, di kawasan ekosistem Krangas, contohnya di Pulau Malan, mereka ingin mengembangkan produk turunannya bukan ikan, tapi serai dari perkebunan.
Sedangkan, di kawasan ekosistem Hutan bukan Dataran Rendah, mereka ingin mengembangkan produk turunannya buah-buahan.
“Jadi polanya berbeda-beda dan aktifitas masyarakatnya pun berbeda-beda dan tidak dapat digeneralisasikan,”
“Sehingga, kebertahanannya juga berbeda-beda. Jika berbicara se-Kalteng, tentunya itu akan berbeda-beda karena ekosistemnya pun berbeda-beda,” bebernya menambahkan.
Ditempat yang sama, Community Forestry Specialist WWF Indonesia, Didiek Surjanto ketika diwawancarai mengatakan, kegiatan hari ini merupakan upaya untuk mendiseminasikan (menyebarluaskan,red) hasil riset yang dilakukan bersama PPIIG UPR.
“Hasil Penilitian ini, kita mau mengetahui definisi sejahtera langsung dari masyarakat. Dimana kita melihatnya dari tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya dari level yang sejahtera, bukan dari level kemiskinan masyarakat,” kata Didiek.
Lebih dalam, ia pun mengatakan kesejahteraan masyarakat yang berada di atas rata-rata garis kemiskinan, dapat dilihat dari berbagai indikator, misalnya kondisi rumahnya seperti apa, makannya seperti apa, serta masih ada lagi indikator lainnya.
Kedua berkaitan dengan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim dimana dalam hal ini dapat langsung melihat kondisi masyarakat terhadap lingkungannya. Mengingat, masyarakat dan lingkungan akan selalu berinteraksi, karena masyarakat mencari makan dari lingkungan sekitarnya.
“Penyebarluasan hasil riset ini ditujukan kepada masyarakat itu sendiri, instansi pemerintah yang relevan dan juga kepada akademisi, supaya mereka bisa mendapatkan inspirasi, serta membuka wacana bagaimana masyarakat bisa lebih tahan lagi terhadap perubahan iklim,”katanya.
Didiek pun menambahkan adapun alasan mereka melakukan riset ini, pertama mengingat WWF Indonesia dan PPIIG adalah lembaga yang konsen terhadap kelestarian lingkungan.
Kelestarian lingkungan tentunya tidak terlepas dari masyarakat karena mereka ini akan selalu saling berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
“Masyarakat di pedesaan adalah masyarakat yang berada di garis depan, mereka yang bersentuhan langsung dengan lingkungan. Dan, sebagaimana diketahui bersama bahwa akhir-akhir ini kan lingkungan mengalami perubahan iklim,” bebernya menambahkan.
Seperti, di daerah Kamipang-Katingan yang beberapa waktu lalu sempat mengalami banjir, tentunya itu menunjukkan adanya perubahan lingkungan, hal itu akan berdampak dan menganggu berbagai aspek kehidupan, termasuk aktifitas ekonomi masyarakat pun akan ikut terganggu.
“Melalui hasil riset ini, diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk stakeholder terkait, baik itu dari pemerintah dalam menentukan sejumlah regulasi yang berkaitan dengan lingkungan, ataupun melalui sejumlah instansi dalam menentukan sejumlah program-program pemerintah yang tepat sesuai dengan kondisi perubahan lingkungan sekarang ini,” tutupnya.(nd)